Wednesday, January 21, 2009

Perpustakaan Gen

Pengertian dan Macam Perpustakaan Gen

Suatu perpustakaan gen dapat diartikan sebagai sekumpulan sekuens (urutan) DNA dari suatu organisme yang masing-masing telah diklon ke dalam vektor tertentu untuk memudahkan pemurnian, penyimpanan, dan analisisnya. Pada dasarnya terdapat dua macam perpustakaan gen yang dapat dikonstruksi, bergantung kepada sumber DNA digunakan. Jika DNA yang digunakan adalah DNA genomik/kromosom, maka perpustakaan yang dihasilkan disebut perpustakaan genom. Sementara itu, jika DNA yang digunakan merupakan hasil transkripsi balik suatu populasi mRNA seperti yang umum dijumpai pada eukariot, maka perpustakaan yang diperoleh dinamakan perpustakaan cDNA.

Hal yang perlu diperhatikan ketika kita melakukan konstruksi suatu perpustakaan gen adalah bahwa perpustakaan tersebut harus merepresentasikan semua gen yang ada di dalam sumber DNA asalnya. Dengan perkataan lain, suatu perpustakaan gen dikatakan representatif apabila berisi semua sekuens aslinya. Selain itu, jika suatu perpustakaan tidak mengandung klon dalam jumlah yang mencukupi, maka sangat dimungkinkan hilangnya beberapa gen tertentu.

Untuk mendapatkan perpustakaan genom yang representatif, DNA genomik harus dimurnikan dan kemudian dipotong secara acak menjadi fragmen-fragmen yang ukurannya sesuai dengan keperluan kloning menggunakan vektor yang dipilih. Fraksionasi sel pada eukariot akan mengurangi kontaminasi oleh DNA organel (mitokondria, kloroplas). Oleh karena itu, pemurnian DNA genomik eukariot biasanya dilakukan dengan terlebih dahulu mengisolasi nukleus dan menghilangkan protein, lemak, serta makromolekul lain yang tidak diinginkan dengan memberikan protease dan melakukan ekstraksi fenol-kloroform. Sementara itu, DNA prokariot dapat diekstraksi langsung.

DNA genomik hasil pemurnian tersebut selanjutnya dipotong-potong secara acak. Pada dasarnya ada dua cara pemotongan, yaitu pemotongan fisik seperti sonikasi dan digesti menggunakan enzim restriksi. Pemotongan dengan enzim restriksi akan menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung tertentu (lihat Bab IX). Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif besar dilakukan digesti parsial dengan cara mengurangi jumlah enzim restriksi atau waktu pemotongan yang digunakan Dengan digesti parsial ini enzim restriksi tidak akan memotong DNA genomik pada setiap tempat pengenalan yang ada sehingga akan diperoleh fragmen-fragmen DNA genomik yang relatif panjang.


...

Besarnya Perpustakaan Gen

Besarnya suatu perpustakaan gen dilihat dari banyaknya rekombinan yang terdapat di dalamnya. Untuk menghitung banyaknya rekombinan yang harus ada di dalam suatu perpustakaan gen digunakan rumus sebagai berikut.

N = ln (1 – P) / ln (1 – f)

Pada rumus tersebut N adalah banyaknya rekombinan yang harus ada di dalam perpustakaan gen, P peluang yang diinginkan, dan f nisbah panjang fragmen sisipan terhadap panjang genom. Sebagai contoh, untuk mendapatkan fragmen sisipan berukuran 20 kb (20.000 pb) dengan peluang 0,99 diperlukan perpustakaan gen yang besarnya berbeda antara E .coli dan manusia.

N E. coli = ln (1 – 0,99) / ln (1 – 20.000 / 4,6 x 106) = 1,1 x 103

N manusia = ln (1 – 0,99) / ln (1 – 20.000 / 3 x 109) = 6,9 x 105

Kita bisa melihat bahwa banyaknya rekombinan yang diperlukan untuk mendapatkan fragmen dengan ukuran dan peluang yang sama ternyata berbeda, bergantung kepada panjang genom organismenya. Pada E. coli dengan panjang genom yang lebih pendek (4,6 x 106) daripada panjang genom manusia (3 x 109) diperlukan rekombinan yang lebih sedikit (1,1 x 103) daripada rekombinan untuk perpustakaan gen manusia (6,9 x 105).

Perhitungan seperti tersebut di atas juga dapat menjelaskan alasan bahwa apabila genom suatu prokariot dengan fragmen sisipan sepanjang 5 hingga 10 kb diklon menggunakan plasmid akan menghasilkan perpustakaan gen yang baik meskipun hanya membawa beberapa ribu rekombinan. Demikian pula, untuk genom-genom yang besar cukup diperlukan sedikit rekombinan meskipun fragmen sisipannya panjang. Penggunaan vektor yang dapat mengklon fragmen-fragmen panjang, misalnya kosmid dan YAC, memungkinkan konstruksi perpustakaan genom dengan jumlah rekombinan yang tidak terlalu besar.

Elektroforesis

Sebelum fragmen-fragmen DNA genomik hasil digesti restriksi diligasikan ke dalam suatu vektor tertentu (lihat Bab IX) terlebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan atas keberhasilan digesti tersebut. Untuk melihat keberhasilan digesti restriksi, DNA divisualisasikan menggunakan teknik elektroforesis. Namun, elektroforesis sendiri sebenarnya bukanlah teknik visualisasi DNA semata-mata karena teknik ini dapat juga digunakan untuk keperluan isolasi dan pemurnian fragmen DNA tertentu.

Prinsip kerja elektroforesis adalah memisahkan molekul-molekul bermuatan listrik berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan muatan listriknya. Khusus untuk DNA, pemisahan tidak didasarkan atas perbedaan muatan listriknya, tetapi menurut ukuran dan konformasi atau struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa digunakan adalah agarosa dan poliakrilamid. Gel agarosa digunakan untuk memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (pb), sedangkan gel poliakrilamid digunakan untuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil.

Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Jika hubungan antara ukuran molekul dan laju migrasi dipetakan dalam suatu grafik logaritmik, maka akan diperoleh kurva linier. Oleh karena itu, kita dapat memperkirakan berat molekul suatu fragmen DNA dengan melihat atau membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA strandar (marker) yang telah diketahui ukurannya.

Fragmen-fragmen DNA divisualisasikan di bawah sinar ultraviolet setelah terlebih dulu direndam di dalam larutan etidium bromid, pewarna yang akan menyisip atau melakukan interkalasi di sela-sela basa DNA. Perendaman dilakukan setelah migrasi dianggap cukup untuk dihentikan. Fragmen DNA akan nampak sebagai pita berwarna merah dengan posisi migrasi yang sesuai dengan berat molekulnya. Cara ini dapat memvisualisasikan fragmen DNA hingga sekecil 0,05 µg.

Seperti telah dikatakan di atas bahwa selain karena perbedaan ukurannya, laju migrasi DNA pada gel elektroforesis juga ditentukan oleh konformasi molekulnya. DNA dengan bentuk covalently closed circular (CCC) akan bergerak paling cepat, disusul berikutnya konformasi open circular (OC), dan yang terakhir linier. Oleh karena perbedaan konformasi menyebabkan perbedaan laju migrasi, maka penentuan ukuran suatu fragmen DNA selalu dilakukan pada konformasi linier.

Marilah kembali kita bicarakan visualisasi fragmen-fragmen DNA genomik hasil digesti restriksi. DNA genomik, baik yang utuh maupun yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi, perlu divisualisasikan pada gel elektroforesis. Begitu pula halnya dengan vektor utuh dan vektor yang telah dilinierkan serta vektor rekombinan hasil ligasi dengan fragmen DNA genomik (lihat Bab IX). Selain itu, molekul DNA marker yang telah diketahui ukurannya juga dimigrasikan sebagai standar untuk menentukan ukuran sampel-sampel DNA yang kita analisis.


DNA genomik utuh pada lajur 2 nampak sebagai pita dengan laju migrasi paling lambat. Jika dibandingkan dengan marker, akan terlihat bahwa ukurannya lebih besar dari 21,3 kb. Berikutnya pada lajur 3, DNA genomik yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi tertentu tervisualisasi sebagai pita melebar (smear). Pita ini merupakan kumpulan fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan tersebut yang sangat bervariasi ukurannya. Sementara itu, pada lajur 4 dan 5 terlihat jelas perbedaan laju migrasi antara plasmid utuh yang mempunyai konformasi CCC dan plasmid linier hasil pemotongan dengan suatu enzim restriksi. Plasmid linier bergerak lebih lambat daripada plasmid CCC, dan posisi migrasinya digunakan untuk menentukan ukurannya (sekitar 4,9 kb). Terakhir pada lajur 6, plasmid rekombinan hasil ligasi dengan fragmen DNA genomik menunjukkan ukuran yang lebih besar dari 4,9 kb. Hal ini terlihat dari migrasinya yang lebih lambat daripada plasmid linier tanpa fragmen sisipan.

Prosedur Skrining

Proses untuk mengidentifikasi suatu klon yang membawa gen tertentu yang diinginkan di antara sejumlah besar klon lainnya di dalam perpustakaan gen dinamakan skrining. Pada dasarnya skrining dilakukan dengan teknik hibridisasi menggunakan suatu molekul pelacak DNA (DNA probe). Beberapa pengetahuan mengenai gen yang akan dicari, atau produknya, diperlukan dalam pembuatan molekul pelacak bagi gen tersebut. Di dalam proses skrining, molekul pelacak akan menempel pada sekuens DNA yang komplementer dengannya sehingga klon yang diinginkan dapat dikenali.

Apabila diperoleh protein yang merupakan produk gen tertentu dalam jumlah yang memungkinkan untuk penentuan sekuens asam aminonya, maka dari informasi sekuens asam amino ini dapat disusun beberapa kemungkinan sekuens DNA yang menyandinya. Selanjutnya, informasi sekuens DNA yang disusun dapat digunakan untuk membuat molekul pelacak.

Hibridisasi koloni dan plak

Seleksi transforman dengan vektor rekombinan yang dikonstruksi menggunakan vektor λ dilakukan dengan melihat terbentuknya plak pada medium kultur sel inang. Sementara itu, seleksi transforman dengan vektor rekombinan yang dikonstruksi menggunakan plasmid dilakukan dengan melihat pertumbuhan koloni pada medium seleksi (lihat Bab XI). Namun, prosedur skrining bagi kedua sistem kloning tersebut pada dasarnya sama saja.

Langkah pertama adalah mentransfer DNA di dalam plak atau koloni ke suatu membran nilon atau nitroselulosa. Untuk plak, DNA λ dapat langsung diperoleh dan ditransfer ke membran karena plak merupakan area tempat keberadaan bakteri inang yang mengalami lisis. Akan tetapi, jika yang ditransfer ke membran adalah koloni-koloni bakteri, maka perlu dilakukan lisis sel bakteri untuk mendapatkan DNA. Sebelumnya, dibuat replika bagi koloni-koloni yang ditransfer tersebut di dalam medium kultur yang baru.

Lisis sel bakteri biasanya dilakukan dengan merendam membran nilon di dalam sodium dodesil sulfat (SDS) dan protease. Selanjutnya, DNA yang keluar dari sel didenaturasi menggunakan alkali sehingga diperoleh DNA untai tunggal, yang kemudian difiksasi ke membran dengan pengeringan atau iradiasi UV. Membran dicelupkan ke dalam larutan pelacak DNA dan diinkubasi agar terjadi hibridisasi antara pelacak, yang juga berupa untai tunggal, dan beberapa DNA untai tunggal yang komplementer dengannya. Pelacak DNA biasanya diberi label radioaktif.

Setelah hibridisasi, membran dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa pelacak yang tidak terhibridisasi. Beberapa DNA di dalam membran yang mengalami hibridisasi divisualisasikan menggunakan autoradiografi dengan sinar X. Dengan membandingkan posisi DNA yang terhibridisasi oleh pelacak dengan posisi koloni pada kultur replika akan diketahui koloni-koloni yang membawa DNA rekombinan dengan fragmen sisipan yang diinginkan.


Gambar 10.3. Skema hibridisasi koloni / plak

Skrining ekspresi

Pada dasarnya skrining ekspresi sama dengan skrining perpustakaan gen melalui hibridisasi koloni/plak. Hanya saja pada skrining ekspresi, bukannya DNA yang dideteksi pada membran, melainkan protein yang merupakan produk suatu gen yang diinginkan. Sebagai pelacak digunakan antibodi, sedangkan untuk mengetahui terjadinya hibridisasi digunakan antibodi lain atau bahan kimia yang dapat mengenalinya. Dengan cara seperti ini dapat ditentukan koloni/plak yang mengekspresikan protein yang dikehendaki.

Penghambatan dan pelepasan translasi oleh hibrid

Klon-klon cDNA dapat digunakan untuk menghibridisasi mRNA yang diisolasi. Setelah dilakukan hibridisasi, populasi mRNA langsung ditranslasi menjadi protein. Translasi tidak akan terjadi pada segmen mRNA yang terhibridisasi oleh cDNA, atau dengan perkataan lain, translasi telah dihambat oleh hibrid (hybrid-arrest translation). Dengan mendeteksi produk-produk protein yang tidak terbentuk dapat diketahui cDNA yang menghambat translasi suatu protein. Artinya, cDNA ini dapat dipastikan membawa sekuens yang menyandi protein yang tidak ditranslasi tersebut.

Cara kebalikannya juga dapat dilakukan. Hibrid-hibrid antara cDNA dan mRNA dimurnikan. Kemudian, mRNA dilepaskan dari hibrid dengan pemanasan atau menggunakan agen denaturasi. Setelah itu, mRNA ditranslasi (hybrid-release translation) untuk menghasilkan produk protein tertentu. Dengan mengetahui protein yang terbentuk dapat diketahui klon cDNA yang membawa sekuens penyandi protein tersebut. Secara skema perbandingan kedua prosedur skrining tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.4.


Southern blotting dan Northern blotting

Kedua prosedur skrining ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens tertentu tetapi tidak dilakukan langsung pada klon-klon rekombinannya. Skrining didasarkan atas hasil hibridisasi antara molekul asam nukleat dan pelacaknya pada gel agarosa. Istilah Southern blotting berasal dari nama penemunya, sedangkan Northern blotting diekstrapolasi dari nama tersebut. Jika Southern blotting ditujukan untuk DNA, Northern blotting digunakan untuk hibridisasi RNA.

Tahap pertama untuk kedua prosedur tersebut adalah migrasi molekul asam nukleat pada gel agarosa. Khusus untuk Southern blotting, dilakukan denaturasi DNA (biasanya menggunakan alkali) sehingga akan diperoleh DNA untai tunggal. Pita-pita untai tunggal, baik DNA maupun RNA, kemudian dipindahkan ke membran nilon atau nitroselulosa seperti halnya pada hibridisasi koloni.

Begitu asam nukleat dipindahkan ke membran, tahap-tahap selanjutnya pada kedua prosedur skrining tersebut sama, yaitu fiksasi asam nukleat pada membran, hibridisasi dengan pelacak, pencucian sisa pelacak, dan deteksi fragmen yang mengalami hibridisasi menggunakan autoradiografi. Di antara tahap-tahap tersebut kondisi hibridisasi merupakan faktor yang paling memerlukan perhatian. Jika antara pelacak dan sekuens target terdapat homologi yang sangat tinggi (mendekati atau sama dengan 100%), maka dapat diberlakukan kondisi hibridisasi yang ketat, yaitu dengan suhu hibridisasi tinggi dan konsentrasi garam rendah pada bufer hibridisasi. Sebaliknya, jika sekuens pelacak tidak terlalu homolog dengan sekuens target, maka ketetatan kondisi hibridisasi harus diturunkan sampai pada tingkatan yang memungkinkan terbentuknya hibrid-hibrid yang kurang sempurna. Namun, jika keketatannya diturunkan terlalu banyak, fragmen pelacak mungkin akan berikatan dengan sekuens-sekuens lain yang tidak spesifik.

Southern blotting terhadap fragmen-fragmen DNA genomik yang diklon dapat dilakukan menggunakan pelacak berupa cDNA untuk mencari bagian-bagian klon genomik yang sesuai dengan fragmen cDNA pelacak. Jika fragmen DNA genomik yang membawa suatu gen tertentu dapat dideteksi, maka akan diketahui ukuran fragmen yang membawa gen tersebut. Blot-blot dengan sampel DNA atau RNA dari organisme yang berbeda (zoo blots) dapat menunjukkan betapa konservatifnya suatu gen di antara spesies yang satu dan lainnya.



1 comment:

  1. Salam, saya ingin bertanya: apa yang dimaksud dnegan keketatan kondisi hibridisasi? Terimakasih

    ReplyDelete

Friends

About Me

My photo
juzt a simple man with his three angels....

who's online???

Site Meter