Wednesday, January 21, 2009

Translasi

Prosesing RNA

Bila dibandingkan dengan transkripsi, translasi merupakan proses yang lebih rumit karena melibatkan fungsi berbagai makromolekul. Oleh karena kebanyakan di antara makromolekul ini terdapat dalam jumlah besar di dalam sel, maka sistem translasi menjadi bagian utama mesin metabolisme pada tiap sel. Makromolekul yang harus berperan dalam proses translasi tersebut meliputi

Lebih dari 50 polipeptida serta 3 hingga 5 molekul RNA di dalam tiap ribosom

Sekurang-kurangnya 20 macam enzim aminoasil-tRNA sintetase yang akan mengaktifkan asam amino

Empat puluh hingga 60 molekul tRNA yang berbeda

Sedikitnya 9 protein terlarut yang terlibat dalam inisiasi, elongasi, dan terminasi polipeptida.


...

Ribosom

Translasi, atau pada hakekatnya sintesis protein, berlangsung di dalam ribosom, suatu struktur organel yang banyak terdapat di dalam sitoplasma. Ribosom terdiri atas dua subunit, besar dan kecil, yang akan menyatu selama inisiasi translasi dan terpisah ketika translasi telah selesai. Ukuran ribosom sering dinyatakan atas dasar laju pengendapannya selama sentrifugasi sebagai satuan yang disebut satuan Svedberg (S). Pada kebanyakan prokariot ribosom mempunyai ukuran 70S, sedangkan pada eukariot biasanya sekitar 80S.

Tiap ribosom mempunyai dua tempat pengikatan tRNA, yang masing-masing dinamakan tapak aminoasil (tapak A) dan tapak peptidil (tapak P). Molekul aminoasil-tRNA yang baru memasuki ribosom akan terikat di tapak A, sedangkan molekul tRNA yang membawa rantai polipeptida yang sedang diperpanjang terikat di tapak P.

Gambaran penting sintesis protein adalah bahwa proses ini berlangsung dengan arah tertentu sebagai berikut.

Molekul mRNA ditranslasi dengan arah 5’→ 3’, tetapi tidak dari ujung 5’ hingga ujung 3’.

Polipeptida disintesis dari ujung amino ke ujung karboksil dengan menambahkan asam-asam amino satu demi satu ke ujung karboksil. Sebagai contoh, sintesis protein yang mempunyai urutan NH2-Met-Pro- . . . -Gly-Ser-COOH pasti dimulai dengan metionin dan diakhiri dengan serin.

Proses Translasi

Mekanisme translasi atau sintesis protein secara skema garis besar dapat dilihat pada Gambar 6.1. Sebuah molekul mRNA akan terikat pada permukaan ribosom yang kedua subunitnya telah bergabung. Pengikatan ini terjadi karena pada mRNA prokariot terdapat urutan basa tertentu yang disebut sebagai tempat pengikatan ribosom (ribosom binding site) atau urutan Shine-Dalgarno. Sementara itu, pada eukariot pengikatan ribosom dilakukan oleh ujung 5’ mRNA. Selanjutnya, berbagai aminoasil-tRNA akan berdatangan satu demi satu ke kompleks ribosom-mRNA ini dengan urutan sesuai dengan antikodon dan asam amino yang dibawanya. Urutan ini ditentukan oleh urutan triplet kodon pada mRNA. Ikatan peptida terbentuk di antara asam-asam amino yang terangkai menjadi rantai polipeptida di tapak P ribosom. Penggabungan asam-asam amino terjadi karena gugus amino pada asam amino yang baru masuk berikatan dengan gugus karboksil pada asam amino yang terdapat pada rantai polipeptida yang sedang diperpanjang. Penjelasan tentang mekanisme sintesis protein yang lebih rinci disertai contoh, khususnya pada prokariot, akan diberikan di bawah ini


Gambar 6.1. Skema garis besar sintesis protein

Inisiasi sintesis protein dilakukan oleh aminoasil-tRNA khusus, yaitu tRNA yang membawa metionin (dilambangkan sebagai metionil-tRNAiMet). Hal ini berarti bahwa sintesis semua polipeptida selalu dimulai dengan metionin. Khusus pada prokariot akan terjadi formilasi gugus amino pada metionil-tRNAiMet (dilambangkan sebagai metionil-tRNAfMet) yang mencegah terbentuknya ikatan peptida antara gugus amin tersebut dengan gugus karboksil asam amino pada ujung polipetida yang sedang diperpanjang sehingga asam amino awal pada polipeptida prokariot selalu berupa f-metionin. Pada eukariot metionil-tRNAiMet tidak mengalami formilasi gugus amin, tetapi molekul ini akan bereaksi dengan protein-protein tertentu yang berfungsi sebagai faktor inisiasi (IF-1, IF-2, dan IF-3). Selain itu, baik pada prokariot maupun eukariot, terdapat pula metionil-tRNA yang metioninnya bukan merupakan asam amino awal (dilambangkan sebagai metionil-tRNAMet).

Kompleks inisiasi pada prokariot terbentuk antara mRNA, metionil-tRNAfMet, dan subunit kecil ribosom (30S) dengan bantuan protein IF-1, IF-2, dan IF-3, serta sebuah molekul GTP. Pembentukan kompleks inisiasi ini diduga difasilitasi oleh perpasangan basa antara suatu urutan di dekat ujung 3’ rRNA berukuran 16S dan sebagian urutan pengarah (leader sequence) pada mRNA. Selanjutnya, kompleks inisiasi bergabung dengan subunit besar ribosom (50S), dan metionil-tRNAfMet terikat pada tapak P. Berpasangannya triplet kodon inisiasi pada mRNA dengan antikodon pada metionil-tRNAfMet di tapak P menentukan urutan triplet kodon dan aminoasil-tRNAfMet berikutnya yang akan masuk ke tapak A. Pengikatan aminoasil-tRNAfMet berikutnya, misalnya alanil- tRNAala, ke tapak A memerlukan protein-protein elongasi EF-Ts dan EF-Tu. Pembentukan ikatan peptida antara gugus karboksil pada metionil-tRNAfMet di tapak P dan gugus amino pada alanil-tRNAala di tapak A dikatalisis oleh enzim peptidil transferase, suatu enzim yang terikat pada subunit ribosom 50S. Reaksi ini menghasilkan dipeptida yang terdiri atas f-metionin dan alanin yang terikat pada tRNAala di tapak A.

Langkah berikutnya adalah translokasi, yang melibatkan (1) perpindahan f-met-ala- tRNAala dari tapak A ke tapak P dan (2) pergeseran posisi mRNA pada ribosom sepanjang tiga basa sehingga triplet kodon yang semula berada di tapak A masuk ke tapak P. Dalam contoh ini triplet kodon yang bergeser dari tapak A ke P tersebut adalah triplet kodon untuk alanin. Triplet kodon berikutnya, misalnya penyandi serin, akan masuk ke tapak A dan proses seperti di atas hingga translokasi akan terulang kembali. Translokasi memerlukan aktivitas faktor elongasi berupa enzim yang biasa dilambangkan dengan EF-G.

Pemanjangan atau elongasi rantai polipeptida akan terus berlangsung hingga suatu tripet kodon yang menyandi terminasi memasuki tapak A. Sebelum suatu rantai polipeptida selesai disintesis terlebih dahulu terjadi deformilisasi pada f-metionin menjadi metionin. Terminasi ditandai oleh terlepasnya mRNA, tRNA di tapak P, dan rantai polipeptida dari ribosom. Selain itu, kedua subunit ribosom pun memisah. Pada terminasi diperlukan aktivitas dua protein yang berperan sebagai faktor pelepas atau releasing factors, yaitu RF-1 dan RF-2.

Sesungguhnya setiap mRNA tidak hanya ditranslasi oleh sebuah ribosom. Pada umumnya sebuah mRNA akan ditranslasi secara serempak oleh beberapa ribosom yang satu sama lain berjarak sekitar 90 basa di sepanjang molekul mRNA. Kompleks translasi yang terdiri atas sebuah mRNA dan beberapa ribosom ini dinamakan poliribosom atau polisom. Besarnya polisom sangat bervariasi dan berkorelasi dengan ukuran polipeptida yang akan disintesis. Sebagai contoh, rantai hemoglobin yang tersusun dari sekitar 150 asam amino disintesis oleh polisom yang terdiri atas lima buah ribosom (pentaribosom).

Pada prokariot translasi seringkali dimulai sebelum transkripsi berakhir. Hal ini dimungkinkan terjadi karena tidak adanya dinding nukleus yang memisahkan antara transkripsi dan translasi. Dengan berlangsungnya kedua proses tersebut secara bersamaan, ekspresi gen menjadi sangat cepat dan mekanisme nyala-padam (turn on-turn off) ekspresi gen, seperti yang akan dijelaskan nanti, juga menjadi sangat efisien.

Namun, tidak demikian halnya pada eukariot. Transkripsi terjadi di dalam nukleus, sedangkan translasi terjadi di sitoplasma (ribosom). Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mRNA hasil transkripsi dipindahkan dari nukleus ke sitoplasma, faktor-faktor apa yang menentukan saat dan tempat translasi? Sayangnya, hingga kini kita belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan memuaskan. Kita baru mengetahui bahwa transkripsi dan translasi pada eukariot jauh lebih rumit daripada proses yang ada pada prokariot. Salah satu di antaranya seperti telah kita bicarakan di atas, yaitu bahwa mRNA hasil transkripsi (transkrip primer) pada eukariot memerlukan prosesing terlebih dahulu sebelum dapat ditranslasi.

Kode Genetik

Penetapan triplet kodon pada mRNA sebagai pembawa informasi genetik atau kode genetik yang akan menyandi pembentukan suatu asam amino tertentu berawal dari pemikiran bahwa macam basa nitrogen jauh lebih sedikit daripada macam asam amino. Basa nitrogen pada mRNA hanya ada empat macam, sedangkan asam amino ada 20 macam. Oleh karena itu, jelas tidak mungkin tiap asam amino disandi oleh satu basa. Begitu juga, kombinasi dua basa hanya akan menghasilkan 42 atau 16 macam duplet, masih lebih sedikit daripada macam amino yang ada. Kombinasi tiga basa akan menghasilkan 43 atau 64 triplet, melebihi jumlah macam asam amino. Dalam hal ini, satu macam asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu macam triplet kodon.

Bukti bahwa kode genetik berupa triplet kodon diperoleh dari hasil penelitian F.H.C. Crick dan kawan-kawannya yang mempelajari mutasi pada lokus rIIB bakteriofag T4. Mutasi tersebut diinduksi oleh proflavin, suatu molekul yang dapat menyisip di sela-sela pasangan basa nitrogen sehingga kesalahan replikasi DNA dapat terjadi sewaktu-waktu, menghasilkan DNA yang kelebihan atau kekurangan satu pasangan basa. Hal ini akan menyebabkan perubahan rangka baca (reading frame), yaitu urutan pembacaan basa-basa nitrogen untuk diterjemahkan menjadi urutan asam amino tertentu. Mutasi yang disebabkan oleh perubahan rangka baca akibat kelebihan atau kekurangan pasangan basa disebut sebagai mutasi rangka baca (frameshift mutation) (lihat Bab VIII).

Jika mutan (hasil mutasi) rangka baca yang diinduksi oleh proflavin ditumbuhkan pada medium yang mengandung proflavin, akan diperoleh beberapa fag tipe liar sehingga mutasi seolah-olah dapat dipulihkan atau terjadi mutasi balik (reverse mutation). Pada awalnya mutasi balik diduga karena kelebihan pasangan basa dibuang dari rangka baca yang salah sehingga rangka baca tersebut telah diperbaiki menjadi seperti semula. Namun, karena mutasi bersifat acak, maka mekanisme semacam itu kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi dan dugaan tersebut nampaknya tidak benar. Crick dan kawan-kawannya menjelaskan bahwa mutasi balik disebabkan oleh hilangnya (delesi) satu pasangan basa lain yang letaknya tidak terlalu jauh dari pasangan basa yang menyisip (adisi). Rangka baca yang baru ini akan menghasilkan urutan asam amino yang masih sama fungsinya dengan urutan sebelum terjadi mutasi. Dengan perkataan lain, mutasi balik terjadi karena efek mutasi awal akibat penambahan basa ditekan oleh mutasi kedua akibat pengurangan basa sehingga mutasi yang kedua ini disebut juga sebagai mutasi penekan (suppressor mutation).

Tabel 6.1. Kode genetik


Protein rIIB pada T4 mempunyai bagian-bagian yang di dalamnya dapat terjadi perubahan urutan asam amino. Perubahan ini dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap fungsi proteinnya. Jika dua strain mutan T4 yang satu sama lain mengalami mutasi berbeda di dalam bagian protein rIIB disilangkan melalui infeksi campuran pada suatu inang, maka T4 tipe liar akan diperoleh sebagai hasil rekombinasi genetik antara kedua tempat mutasi yang berbeda itu. Akan tetapi, ketika kedua strain mutan rIIB yang disilangkan merupakan strain-strain yang diseleksi secara acak (tidak harus mengalami mutasi yang berbeda), ternyata tidak selalu diperoleh tipe liar. Hasil ini menunjukkan bahwa strain-strain mutan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu strain + dan strain -. Dalam hal ini, strain + tidak harus selalu mutan adisi, dan strain – tidak harus selalu mutan delesi. Namun, sekali kita menggunakan tanda + untuk mutan adisi berarti strain + adalah mutan adisi. Begitu pula sebaliknya, sekali kita gunakan tanda + untuk mutan delesi berarti strain + adalah mutan delesi.

Persilangan antara strain + dan strain – hanya menghasilkan rekombinasi berupa fenotipe tipe liar, sedangkan persilangan antara sesama + atau sesama – tidak pernah menghasilkan tipe liar. Hal ini karena persilangan sesama + atau sesama – akan menyebabkan adisi atau delesi ganda sehingga selalu menghasilkan fenotipe mutan. Sementara itu, persilangan antara starin + dan – akan menyebabkan terjadinya mutasi penekan (adisi ditekan oleh delesi atau delesi ditekan oleh adisi) atau hanya menghasilkan mutasi pada urutan asam amino yang tidak berpengaruh terhadap fungsi protein sehingga diperoleh fenotipe tipe liar.

Gambar 6.2. Mutasi penekan yang memulihkan rangka baca

Oleh karena persilangan sesama + atau sesama – tidak pernah menghasilkan tipe liar, kode genetik jelas tidak mungkin terdiri atas dua basa. Seandainya, kode genetik berupa duplet, maka akan terjadi pemulihan rangka baca hasil persilangan tersebut. Kenyataannya tidak demikian. Pemulihan rangka baca akibat mutasi penekan justru terjadi apabila persilangan dilakukan antara strain + dan strain -.

Apabila kode genetik berupa triplet, maka persilangan teoretis sesama + atau sesama – akan menghasilkan fenotipe mutan, sesuai dengan hasil kenyataannya. Namun, rekombinasi antara tiga + atau tiga - akan menghasilkan tipe liar. Hal ini memperlihatkan bahwa kode genetik terdiri atas tiga basa.

Gambar 6.3. Diagram persilangan mutan rIIB pada T4 yang memperlihatkan bahwa kode genetik berupa triplet kodon

a) Jika kode genetik berupa duplet, hasil persilangan teoretis tidak sesuai dengan kenyataan yang diperoleh.

b)Jika kode genetik berupa triplet, hasil persilangan teoretis sesuai dengan kenyataan yang diperoleh.


Sifat-sifat kode genetik

Kode genetik mempunyai sifat-sifat yang akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Kode genetik bersifat universal. Artinya, kode genetik berlaku sama hampir di setiap spesies organisme.

2. Kode genetik bersifat degenerate atau redundant, yaitu bahwa satu macam asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Sebagai contoh, treonin dapat disandi oleh ACU, ACC, ACA, dan ACG. Sifat ini erat kaitannya dengan sifat wobble basa ketiga, yang artinya bahwa basa ketiga dapat berubah-ubah tanpa selalu disertai perubahan macam asam amino yang disandinya. Diketahuinya sifat wobble bermula dari penemuan basa inosin (I) sebagai basa pertama pada antikodon tRNAala ragi, yang ternyata dapat berpasangan dengan basa A, U, atau pun C. Dengan demikian, satu antikodon pada tRNA dapat mengenali lebih dari satu macam kodon pada mRNA.

3. Oleh karena tiap kodon terdiri atas tiga buah basa, maka tiap urutan basa mRNA, atau berarti juga DNA, mempunyai tiga rangka baca yang berbeda (open reading frame). Di samping itu, di dalam suatu segmen tertentu pada DNA dapat terjadi transkripsi dan translasi urutan basa dengan panjang yang berbeda. Dengan perkataan lain, suatu segmen DNA dapat terdiri atas lebih dari sebuah gen yang saling tumpang tindih (overlapping). Sebagai contoh, bakteriofag фX174 mempunyai sebuah untai tunggal DNA yang panjangnya lebih kurang hanya 5000 basa. Seandainya dari urutan basa ini hanya digunakan sebuah rangka baca, maka akan terdapat sekitar 1700 asam amino yang dapat disintesis. Kemudian, jika sebuah molekul protein rata-rata tersusun dari 400 asam amino, maka dari sekitar 1700 asam amino tersebut hanya akan terbentuk 4 hingga 5 buah molekul protein. Padahal kenyataannya, bakteriofag фX174 mempunyai 11 protein yang secara keseluruhan terdiri atas 2300 asam amino. Dengan demikian, jelaslah bahwa dari urutan basa DNA yang ada tidak hanya digunakan sebuah rangka baca, dan urutan basa yang diekspresikan (gen) dapat tumpang tindih satu sama lain


No comments:

Post a Comment

Friends

About Me

My photo
juzt a simple man with his three angels....

who's online???

Site Meter